ads

Slider[Style1]

Style2

Madura[OneLeft]

Style3[OneRight]

Style4

Style5

Masa Reses Jadi Alasan Wakil Rakyat Tidak Masuk Kantor


Gedung DPRD Sumenep

LINGKAR NASIONAL. COM, Sumenep - Pada hari pertama aktif masuk kantor setelah libur panjang hari raya idul fitri 1437 H, Kantor DPRD Sumenep, Madura, Jawa Timur, masih tampak sepi tiada wakil rakyat.

Sesuai dengan pantauan LingkarNasional.Com, Senin (11/07/2016) hanya terlihat beberapa anggota dewan saja,  syaiful Bari komisi I, Achmad Zainul Rohman. TErmasuk juga, Ketua DPRD Sumenep, Herman Dali Kusuma.

Anggota Komisi I DPRD Sumenep, Syaiful Bari mengatakan, ketidak hadiran teman-teman anggota dewan dikarenakan libur panjang dan cuti bersama hari raya idul fitri tahun ini bersamaan dengan masa reses anggota DPRD Kabupaten Sumenep.

”Saya masuk kantor hanya untuk silaturrahim dan menyetorkan LPJ hasil reses ,kalau sampai besok kemungkinan teman-teman masih belum masuk secara efektif imbuhnya,” terangnya.

Demikian juga diakui oleh Indra Wahyudi, anggota KOMISI III DPRD Sumenep. Ketua Fraksi Demokrat DPRD Sumenep ini mengatakan, masih silaturrahmi pada konstuennya. Apalagi, posisi wakil rakyat tidak sama dengan pegawa negeri.

"Hari libur dan hari aktif anggota dewan jangan disamakan dengan hari aktif masuknya ekskutif. Kalau ekskutif ketentuan hari aktifnya mengikuti peraturan bupati sedang legislatif menunngu jadwal hasil musyawarah. Dengan begitu, jadi memastikan kapan masuknya mehasil Bamus nanti malam,” pungkasnya. (sur)

Gedung DPRD Sumenep LINGKAR NASIONAL. COM, Sumenep - Pada hari pertama aktif masuk kantor setelah libur panjang hari raya idul fitr...

Andai Waktu Itu Bukan Gus Dur Jadi Presiden, Indonesia Hancur Berantakan

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
BERIKUT merupakan kisah nyata sebelum KH Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur menjadi Presiden RI. Kala itu, Gus Dur sudah memprediksi bahwa akan menjadi presiden tidak akan lama, sebentar. Tetapi menyelamatkan Indonesia dari kehancuran.

Pembaca Berita Fajar yang budiman, boleh percaya boleh tidak. Namun, apa yang disampaikan Gus Dur sekarang menjadi nyata. Tidak heran sebelum beliau menghembuskan nafas terakhir, ketika dikatakan bahwa lawatan ke luar negeri yang mencapai 170 kali disebut menggunakan aji mumpung. Tapi apa jawaban Gus Dur : biarkan saja meraka, toh nanti sejarah yang membuktikan.  

===========

Di akhir tahun 1998 Gus Dur rawuh (datang) di Wonosobo. Saat itu sedang ramainya era reformasi, beberapa bulan setelah Pak Harto jatuh. Dan ini terjadi beberapa bulan sebelum Gus Dur menjadi orang nomer satu di Negeri ini. Beliau masih menjabat sebagai Ketua PBNU.

Bertempat di Gedung PCNU Wonosobo, Gus Dur mengadakan pertemuan dengan pengurus NU dari Wonosobo, Banjarnegara, Pubalingga, Kebumen, Temanggung dan Magelang. Tentu saja semua kiai ingin tahu pendapat Gus Dur tentang situasi politik terbaru. Penulis hadir di situ walaupun bukan kiai, dan duduk persis di depan Gus Dur. Penulis lah yang menuntun Gus Dur menaiki Lantai 2 PCNU Wonosobo.

“Pripun Gus situasi politik terbaru?” tanya seorang kiai.

“Orde Baru tumbang, tapi Negeri ini sakit keras” kata Gus Dur.

“Kok bisa Gus?”

“Ya bisa, wong yang menumbangkan Orde Baru pakainya emosi dan ambisi tanpa perencanaan yang jelas. Setelah tumbang mereka bingung mau apa, sehingga arah reformasi gak genah. Bahkan Negeri ini di ambang kehancuran, di ambang perang saudara. Arah politik Negeri ini sedang menggiring Negeri ini ke pinggir jurang kehancuran dan separatisme. Lihat saja, baru berapa bulan Orde Reformasi berjalan, kita sudah kehilangan propinsi ke-27 kita, yaitu Timor Timur” kata Gus Dur.

Kiai tersebut sebagaimana biasa, kalau belum mulai bicara. Pak Habibi, kita semua akan merasa kasihan dengan sikap Gus Dur yang datar dan seperti capek sekali dan seperti aras-arasen bicara. Tapi kalau sudah mulai, luar biasa memikat dan ruangan jadi sepi kayak kuburan, tak ada bunyi apapun selain pangendikan Gus Dur.

Seorang kiai penasaran dengan calon presiden devinitif pengganti Pak Habibi yang hanya menjabat sementara sampai sidang MPR. Ia bertanya: “Gus, terus siapa yang paling pas jadi Presiden nanti Gus?”

“Ya saya, hehehe” kata Gus Dur datar

Semua orang kaget dan menyangka Gus Dur guyon seperti biasanya yang memang suka guyon

“Yang bisa jadi presiden di masa seperti ini ya hanya saya kalau Indonesia gak pingin hancur. Dan saya sudah dikabari kalau-kalau saya mau jadi presidan walau sebentar, hehehe…” kata Gus Dur mantab

“Siapa yang ngabari dan yang nyuruh Gus?” tanya seorang kiai

“Gak usah tahu. Orang NU tugasnya yakin saja bahwa nanti presidennya pasti dari NU” kata Gus Dur masih datar seperti guyon

Orang yang hadir di ruangan itu bingung antara yakin dan tidak yakin mengingat kondisi fisik Gus Dur yang demikian. Ditambah lagi masih ada stok orang yang secara fisik lebih sehat dan berambisi jadi presiden, yaitu Amin Rais dan Megawati. Tapi tidak ada yang berani mengejar pertanyaan tentang presiden RI

Kemudian Gus Dur menyambung: “Indonesia dalam masa menuju kehancuran. Separatisme sangat membahayakan. Bukan separatismenya yang membahayakan, tapi yang memback up di belakangnya. Negara-negara Barat ingin Indonesia hancur menjadi Indonesia Serikat, maka mereka melatih para pemberontak, membiayai untuk kemudian meminta merdeka seperti Timor Timur yang dimotori Australia”

Sejenak sang Kiai tertegun. Dan sambil membenarkan letak kacamatanya ia melanjutkan: “Tidak ada orang kita yang sadar bahaya ini. Mereka hanya pada ingin menguasai Negeri ini saja tanpa perduli apakah Negeri ini cerai-berai atau tidak. Maka saya harus jadi presiden, agar bisa memutus mata rantai konspirasi pecah-belah Indonesia. Saya tahu betul mata rantai konspirasi itu. RMS dibantu berapa Negara, Irian Barat siapa yang back up, GAM siapa yang ngojok-ojoki, dan saya dengar beberapa propinsi sudah siap mengajukan memorandum. Ini sangat berbahaya”

Kemudiaan ia menarik nafas panjang dan melanjutkan: “Saya mau jadi presiden. Tetapi peran saya bukan sebagai pemadam api. Saya akan jadi pencegah kebakaran dan bukan pemadam kebakaran. Kalau saya jadi pemadam setelah api membakar Negeri ini, maka pasti sudah banyak korban. Akan makin sulit. Tapi kalau jadi pencegah kebakaran, hampir pasti gak akan ada orang yang menghargainya. Maka, mungkin kalaupun jadi presiden saya gak akan lama, karena mereka akan salah memahami langakah saya”

Seakan mengerti raut wajah bingung para kiai yang menyimak, Gus Dur pun kembali selorohkan pemikirannya. “Jelasnya begini, tak kasih gambaran,” kata Gus Dur menegaskan setelah melihat semua hadirin tidak mudeng dan agak bingung dengan tamsil Gus Dur.

“Begini, suara langit mengatakan bahwa sebuah rumah akan terbakar. Ada dua pilihan, kalau mau jadi pahlawan maka biarkan rumah ini terbakar dulu lalu datang membawa pemadam. Maka semua orang akan menganggap kita pahlawan. Tapi sayang sudah terlanjur gosong dan mungkin banyak yang mati, juga rumahnya sudah jadi jelek. Kita jadi pahlawan pemyelamat yang dielu-elukan”

Kemudian lanjutnya: “Kedua, preventif. Suara langit sama, rumah itu mau terbakar. Penyebabnya tentu saja api. Ndilalah jam sekian akan ada orang naruh jerigen bensin di sebuah tempat. Ndilalah angin membawa sampah dan ranggas ke tempat itu. Ndilallah pada jam tertentu akan ada orang lewat situ. Ndilalah dia rokoknya habis pas dekat rumah itu. Ndilalalah dia tangan kanannya yang lega. Terus membuang puntung rokok ke arah kanan dimana ada tumpukan sampah kering.”

Lalu ia sedikit memajukan duduknya, sambil menukas: “Lalu ceritanya kalau dirangkai jadi begini; ada orang lewat dekat rumah, lalu membuang puntung rokok, puntung rokok kena angin sehingga menyalakan sampah kering, api di sampah kering membesar lalu menyambar jerigen bensin yang baru tadi ditaruh di situ dan terbakarlah rumah itu.”

“Suara langit ini hampir bisa dibilang pasti, tapi semua ada sebab-musabab. Kalau sebab di cegah maka musabab tidak akan terjadi. Kalau seseorang melihat rumah terbakar lalu ambil ember dan air lalu disiram sehingga tidak meluas maka dia akan jadi pahlawan. Tapi kalau seorang yang waskito, yang tahu akan sebab-musabab, dia akan menghadang orang yang mau menaruh jerigen bensin, atau menghadang orang yang merokok agar tidak lewat situ, atau gak buang puntung rokok di situ sehingga sababun kebakaran tidak terjadi.”

Sejenak semua jamaah mangguk-mangguk. Kemudian Gus Dur melanjutkan: “Tapi nanti yang terjadi adalah, orang yang membawa jerigen akan marah ketika kita cegah dia naruh jerigen bensin di situ: “Apa urusan kamu, ini rumahku, bebas dong aku naruh di mana?” Pasti itu yang akan dikatakan orang itu”

“Lalu misal ia memilih menghadang orang yang mau buang puntung rokok agar gak usah lewat situ, Kita bilang: “Mas, tolong jangan lewat sini dan jangan merokok. Karena nanti Panjenengan akan menjadi penyebab kebakaran rumah itu”

Apa kata dia: “Dasar orang gila, apa hubungannya aku merokok dengan rumah terbakar? Lagian mana rumah terbakar?! Ada-ada saja orang gila ini. Minggir! saya mau lewat”

Kini makin jelas arah pembicaraannya dan semua yang hadir makin khusyuk menyimak. “Nah, ini peran yang harus diambil NU saat ini. Suara langit sudah jelas, Negeri ini atau rumah ini akan terbakar dan harus dicegah penyebabnya. Tapi resikonya kita tidak akan popular, tapi rumah itu selamat. Tak ada selain NU yang berpikir ke sana. Mereka lebih memilih: “Biar saja rumah terbakar asal aku jadi penguasanya, biar rumah besar itu tinggal sedikit asal nanti aku jadi pahlawan maka masyarakat akan memilihku jadi presiden”

“Poro Kiai ingkang kinormatan” kata Gus Dur kemudian

“Kita yang akan jadi presiden, itu kata suara langit. Kita gak usah mikir bagaimana caranya. Percaya saja, titik. Dan tugas kita adalah mencegah orang buang puntung rokok dan mencegah orang yang kan menaruh bensin. Padahal itu banyak sekali dan ada di banyak negara. Dan pekerjaan itu secara dzahir sangat tidak popular, seperti ndingini kerso. Tapi harus kita ambil. Waktu yang singkat dalam masa itu nanti, kita gak akan ngurusi dalam Negeri”

“Kita harus memutus mata rantai pemberontakan Gerakan Aceh Merdeka di Swiss, kita harus temui Hasan Tiro. Tak cukup Hasan Tiro, presiden dan pimpinan-pimpinan negara yang simpati padanya harus didekati. Butuh waktu lama,” lanjut Gus Dur

“Belum lagi separatis RMS (Republik Maluku Sarani) yang bermarkas di Belanda, harus ada loby ke negara itu agar tak mendukung RMS. Juga negara lain yang punya kepentingan di Maluku,” kata Gus Dur kemudian

“Juga separatis Irian Barat Papua Merdeka, yang saya tahu binaan Amerika. Saya tahu anggota senat yang jadi penyokong Papua Merdeka, mereka membiayai gerakan separatis itu. Asal tahu saja, yang menyerang warga Amerika dan Australia di sana adalah desain mereka sendiri”

Kemudian Gus Dur menarik nafas berat, sebelum melanjutkan perkataan berikutnya. “Ini yang paling sulit, karena pusatnya di Israel. Maka, selain Amerika saya harus masuk Israel juga. Padahal waktu saya sangat singkat. Jadi mohon para kiai dan santri banyak istighatsah nanti agar tugas kita ini bisa tercapai. Jangan tangisi apapun yang terjadi nanti, karena kita memilih jadi pencegah yang tidak populer. Yang dalam Negeri akan diantemi sana-sini”

Sekonyong beliau berdiri, lalu menegaskan perkataan terakhirnya: “NKRI bagi NU adalah Harga Mati!”

“Saya harus pamit karena saya ditunggu pertemuan dengan para pendeta di Jakarta, untuk membicarakan masa depan negara ini. Wasalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…” tutup Gus Dur

Tanpa memperpanjang dialog, Gus Dur langsung pamit. Kita bubar dengan benak yang campur-aduk, antara percaya dan tidak percaya dengan visi Gus Dur. Antara realitas dan idealitas, bahwa Gus Dur dengan sangat tegas di hadapan banyak kiai bahwa dialah yang akan jadi presiden. Terngiang-ngiang di telinga kami dengan seribu tanda tanya

Menghitung peta politik, rasanya gak mungkin. Yang terkuat saat itu adalah PDIP yang punya calon mencorong Megawati putri presiden pertama RI yang menemukan momentnya. Kedua, masih ada Partai Golkar yang juga Akbar Tanjung siap jadi presiden. Di kelompok Islam modern ada Amien Rais yang juga layak jadi presiden, dan dia dianggap sebagian orang sebagai pelopor Reformasi

Maka kami hanya berpikir bahwa, rasional gak rasional, percoyo gak percoyo ya percoyo aja apa yang disampaikan Gus Dur tadi. Juga tentang tamsil rumah tebakar tadi. Sebagian besar hadirin agak bingung walau mantuk-mantuk karena gak melihat korelasinya NU dengan jaringan luar negeri

Sekitar 3 bulan kemudian, Subhanallah, safari ke luar ternyata Gus Dur benar-benar jadi Presiden. Dan Gus Dur juga benar-benar bersafari ke luar negeri seakan maniak plesiran. Semua negara yang disebutkan di PCNU Wonosobo itu benar-benar dikunjungi. Dan reaksi dalam negeri juga persis dugaan Gus Dur saat itu bahwa Gus Dur dianggap foya-foya, menghamburkan duit negara untuk plesiran. Yang dalam jangka waktu beberapa bulan sampai 170 kali lawatan. Luar biasa dengan fisik yang (maaf) begitu, demi untuk sebuah keutuhan NKRI

Pernah suatu ketika Gus Dur lawatan ke Paris (kalau kami tahu maksudnya kenapa ke Paris). Dalam negeri, para pengamat politik dan politikus mengatakan kalau Gus Dur memakai aji mumpung. Mumpung jadi presiden pelesiran menikmati tempat-tempat indah dunia dengan fasilitas negara

Apa jawab Gus Dur: “Biar saja, wong namanya wong ora mudeng atau ora seneng. Bagaimana bisa dibilang plesiran wong di Paris dan di Jakarta sama saja, gelap gak lihat apa-apa, koq dibilang plesiran. Biar saja, gitu aja koq repot!”

Masih sangat teringat bahwa pengamat politik yang paling miring mengomentrai lawatan Gus Dur sampai masa Gus Dur lengser adalah Alfian Andi Malarangeng, mantan Menpora. Tentu warga NU gak akan lupa sakit hatinya mendengar ulasan dia. Sekarang terimalah balasan dari Tuhan

Satu-satunya pengamat politik yang fair melihat sikap Gus Dur, ini sekaligus sebagai apresiasi kami warga NU, adalah Hermawan Sulistyo, atau sering dipanggil Mas Kiki. terimakasih Mas Kiki

Kembali ke topik. Ternyata orang yang paling mengenal sepak terjang Gus Dur adalah justru dari luar Islam sendiri. Kristen, Tionghoa, Hindu, Budha dll. mereka tahu apa yang akan dilakukan Gus Dur untuk NKRI ini. Negeri ini tetap utuh minus Timor Timur karena jasa Gus Dur. Beliau tanpa memikirkan kesehatan diri, tanpa memikirkan popularitas, berkejaran dengan sang waktu untuk mencegah kebakaran rumah besar Indonesia

Dengan resiko dimusuhi dalam negeri, dihujat oleh separatis Islam dan golongan Islam lainnya, Gus Dur tidak perduli apapun demi NKRI tetap utuh. Diturunkan dari kursi presiden juga gak masalah bagi beliau walau dengan tuduhan yang dibuat-buat. Silakan dikroscek data ini. Lihat kembali keadaan beberapa tahun silam era reformasi baru berjalan, beliau sama sekali gak butuh gelar “Pahlawan”.

Sumber  : Nur Chalis
      : muslimoderat.com

KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) BERIKUT merupakan kisah nyata sebelum KH Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur menjadi Presiden RI. Ka...

Kisah Pria Pemecah Batu Hidupi Puluhan Anak Yatim Piatu

Rono (tengah berpeci putih) di antara anak yatim piatu yang diasuhnya. (Foto Kompas.com)
JAKARTA (BeritaFajar.Co) – Salah satu pria, Surono (58), kelahiran Kebumen, Jawa Tengah,  pada tahun 1958, berangkat ke Ibu Kota Jakarta untuk mencari nafkah agar bisa membantu ekonomi orang tuanya, yang berada di tanah kelahirannya.  

Surono menceritakan, awalnya tertarik pergi ke Jakarta setelah melihat teman-temannya sukses mencari rezeki di Ibu Kota Jakrta. Kini, ia menempati sepetak kontrakan di Jl Cipinang Jaya IIB, RT 3/RW 9, Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, Jakarta Timur.

Pada tahun 1973, ia mendapatkan tawaran menjadi pembantu rumah tangga di rumah pengusaha toko bangunan di sekitar Rawamangun. Tanpa berfikir panjang, ia pun langsung menerima tawaran itu. "Ya sudah, yang penting saya sampai Jakarta, ke Jakarta gratis lagi," ujar Surono seraya kembali mengingat masa lalunya.

Setelah beberapa lama bekerja menjadi pembantu toko, Rono pun 'naik pangkat'. Kali ini dia ditugaskan sebagai penarik gerobak di toko bangunan milik majikannya. Hidup sendiri membuat Rono ingin segera menikah. Perempuan yang menjadi idamannya adalah pelayan yang juga bekerja di tempat tersebut.

"Iya setiap hari ketemu lama-lama saling suka, dan bos akhirnya tahun, 1977 saya dinikahkan," kata Rono.

Satu tahun berselang dari pernikahannya, istrinya mengandung. Namun menjelang usia kandungan menginjak 7 bulan, sang istri sakit darah tinggi. "Saya berobat ke mana-mana biar istri saya sembuh, tapi Allah berkata lain, dia pulang terlebih dahulu sama anak saya," jelas Rono.

Hingga tiga kali menikah, Rono tak mendapatkan keturunan. Memasuki tahun 1994, penglihatan mulai berkurang. Dalam keterbatasan, Rono sempat berpikir untuk menjadi pengemis di lampu merah. Namun dia tetap bertahan untuk tidak melakukannya.

Karena tidak mau berdiam diri dalam keterbatasan, pada tahun 2008 Rono berjualan telur asin keliling. Setiap paginya dia berjalan ke pasar pagi Rawamangun untuk membeli telur asin yang kemudian Rono jual dengan cara berkeliling kampung.

Namun, usaha untuk mendapatkan nafkah ini berakhir dengan cerita lain. Jualannya lesu. "Mungkin masyarakat sudah bosan kali ya setiap hari saya keliling bawa telur asin," jelasnya.

Ia pun mengubah haluannya dengan berdagang pisang keliling. Ternyata usaha ini pun juga berakhir dengan kisah yang sama, yakni tak sukses.

Suatu ketika Rono sedang pulang berjualan pisang di dekat rumahnya Rono tersandung batu yang membuat Rono langkah kakinya terhenti dan terjatuh. Sambil meraba ada apa yang membuat dirinya terjatuh, Rono merasakan bahwa itu adalah sisa-sisa batako pecah di toko bangunan.

"Saya jatuh karena bebatuan itu, saya pikir dan termenung mungkin inilah jalan Yang Maha Kuasa untuk saya dalam memperoleh rezeki," ujarnya.

Keesokan harinya Rono mulai berhenti berdagang. Rutinitasnya sehari-hari sekarang sebagai pemecah batu bata sisa-sisa di depan toko bangunan, yang terletak di sekitaran Cipinang.

Dengan palu sebagai alat kejanya setiap pagi ia datang menuju lokasi tempat mencari nafkah, sisa batu bata dan batako yang sudah rusak dan tidak dijual ia hancurkan perlahan hingga halus dan dimasukkan dalam karung.

"Saya sekarang mencari berkahnya saja, jam 7 pagi saya mulai pecah batu dan jam 11 pulang sholat makan, nanti abis Ashar sampai jam 5 kerja lagi" ujar Rono.

Batu bata dan batako itu ia haluskan perlahan, dengan 'indra' penglihatan yang tak ada, ia cukup terampil dalam memecahkan batu, dihancurkan satu per satu hingga menjadi keping-keping kecil. Batu-batu kecil itu dia masukkan dalam karung. Satu karungnya seberat 50 kilogram.

Dengan pekerjaannya itu, Rono selalu bersyukur, bahwa dia masih bisa mencari nafkah dan tidak mengemis. Selain itu, puluhan tahun mendambakan keturunan namun juga didapat, Rono masih berprasangka baik kepada Allah.

Di tengah-tengah keterbatasannya, Rono kini amat bahagia karena menjadi anak-anak asuh yatim piatu di sekitarnya. Bermula hanya 2 orang anak yatim, kini Rono memiliki 65 anak yatim, semuanya sangat dekat dengan dirinya. Ketika berkumpul dan bertegur sapa setiap anak yang datang pasti bersalaman dengan Rono.

"Dulu cuma sedikit, cuma ada dua orang, tapi Alhamdulillah sekarang bisa berbagi," ucapnya.

Rono selalu memberikan nasihat dan doa-doa terbaik pada anak yatimnya agar mereka kelak menjadi orang yang berguna dan berakhlak mulia terhadap diri sendiri dan juga kepada sesama.

Di momen Ramadan ini ia kerap berkumpul dengan anak-anak yatimnya untuk sekedar berbagi rezeki dan memanjatkan doa bersama.

Kini, Rono menjadi bapak di antara puluhan anak yatimnya. Ia tak pernah menyangka bahwa ia diberikan pelajaran yang amat berharga oleh Yang Maha Kuasa.

Ketika indra tak lagi melihat, ia berubah menjadi diri yang lebih baik dari sebelumnya, ternyata ia tersadar bahwa bersyukurlah kepada sang Illahi menjadi kunci kebahagiaan yang kekal. (*)

Sumber : Kompas.com

Rono (tengah berpeci putih) di antara anak yatim piatu yang diasuhnya. (Foto Kompas.com) JAKARTA (BeritaFajar.Co) – Salah satu pria, Surono ...

Bocah di Sumenep Hidup di Gubuk Reot Bersama Foto Alm Ibunya

Foto Koran Madura
SUMENEP (BeritaFajar.Co) – Bocah berumur 15 tahun, Achmad Rudi Hartono, bertahan hidup di  gubuk tua di Desa Batuan, Kecamatan Batuan, Kabupaten Sumenep. Gubuk itu merupakan peninggalan ibunya yang sudah meninggal dunia dua tahun yang lalu.

Awalnya, gubuk itu adalah tempat mereka mencari nafkah yang sekaligus jadi tempat berteduh. Namun, saat Tuhan memanggil ibunya (Hanifah), dan bapaknya menikah lagi, ia menjadi lelaki yang mandiri dan hidup di gubuk itu.

Kondisi rumah Rudi sungguh memprihatinkan. Di bangunan dari anyaman bambu berdiamter 4×5 itu hanya terdapat kamar yang sering bocor. Lantainya masih tanah, dan memasak juga masih menggunakan tungku bakar. Kadang memakai gas jika ada uang untuk membeli gas.

Rudi memilih bertahan di gubuk itu bersama foto-foto ibunya. Ia tidak mau tinggal dengan ayahnya yang sudah menikah dengan wanita lain dan memiliki anak dari isteri keduanya.

”Saya tidak mau menyusahkan ayah karena dia sudah memiliki dan memilik keluarga sendiri. Saya tinggal di sini merawat rumah peninggalan ibu,” ujarnya ketika disambangi  di gubuk reotnya.

Bocah Kelas 1 SMAN 2 Sumenep itu, belum tersentuh oleh pemerintah di tengah APBD kita itu 2,1 triliun. Beberapa tetangga dekat ingin memperjuangkan nasibnya dengan cara mengajukan permohonan bedah rumah, namun mereka juga bingung bagaimana caranya.

Ah, jangan bermimpi mendapatkan rumah yang layak dari pemerintah, soal listrik saja, Rudi harus numpang kepada tetangganya sendiri agar lampu di gubuknya tetap menyala dan bisa belajar.

“Listrik menumpang kepada tetangga. Mujur, ia diusahakan oleh salah satu gurunya agar tetap sekolah walaupun hidup sebatangkara,” jelas Eka Ferdiansyah, tetangganya.

Eka menambahkan untuk sampai ke sekolah, Rudi harus menahan rasa tidak enak kepada teman-temannya, terutama sahabat yang dekat dengan rumahnya. Sebab setiap hari ia harus menumpang agar sampai ke sekolah.

“Bahkan sudah terbiasa, ia hanya menjadi penonton saat teman-teman sebanyanya jajan di sekolah, ia harus kuat menelan pahit yang ia rasakan menjadi siswa miskin,” ungkapnya seperti dilansir dari Koran Madura.

Eka terus bercerita tentang derita Rudi. Sejatinya, ia ingin sekali membantunya keluar dari derita yang menggurirta. Hendak cari sumbangan dana ingin memperbaiki rumahnya yg hanya dari anyaman bambu itu seolah menemukan jalan buntu. “Sekarang atap rumahnya sudah mulai hancur diterjang angin. Apalagi ketika hujan, sungguh saya tidak tega melihatnya. Ia harus menunggu belas kasihan dari warga untuk makan,” tegasnya.

Eka pun tidak bisa berbuat apa-apa, hendak diajak ke rumahnya, Rudi selalu menolaknya. Sebab ia tidak mau menyusahkan orang lain. Lebih baik ia menanggung beban sendiri daripada menambah beban orang lain. Eka dan tetangga yang lain selalu mengajaknya tinggal bersama, namun selalu menolak. Ia lebih baik berteman dengan sepi di biliknya yang reot itu daripada memberi beban untuk orang lain.

Derita Rudi mengingatkan kita pada kisah anak yang dikisahkan pada Laskar Pelanginya Andrea Herata. Dalam poisis terjepit, anak-anak itu sungguh memiliki cita-cita tinggi untuk terus belajar dan berjuang untuk sekolah. Rudi pun sebaliknya, ditengah himpitan hidup yang menggurita, ia tetap punya asa untuk bisa bersekolah walaupun menjadi siswa yang aneh di antara siswa-siswa yang lain. Sebab di saat yang lain punya uang saku, Rudi harus berangkat dengan kosong, hanya tas kusut dengan peralatan belajar seadanya. Baginya, yang penting ia tetap sekolah dan bisa menjadi siswa berprestasi. Sehingga ia tetap terus bisa sekolah. (*)

Foto Koran Madura SUMENEP (BeritaFajar.Co) – Bocah berumur 15 tahun, Achmad Rudi Hartono, bertahan hidup di  gubuk tua di Desa Batuan, Keca...

Teladan, Inilah Lima Petugas Kebersihan Jujur

 

BeritaFajar.Co – Barangkali sudah menjadi mafhum bahwa belakangan ini, susah mencari orang jujur di negeri ini. Anggapan itu mungkin terasa benar jika melihat praktek kecurangan yang dilakukan oknum tertentu di berbagai tempat.

Namun sepertinya anggapan itu tak berlaku bagi lima sosok sederhana di bawah ini. Menemukan uang ratusan juta di tempat umum, kelima orang ini lebih memilih mengembalikan dari menggunakannya untuk kebutuhan pribadi.

Berikut Lima petugas kebersihan yang berhati mulia itu, seperti dihimpu ndari banyak sumber


1. Office boy Bank Syariah Mandiri, Bekasi Temukan Uang Rp 100 juta.

Agus Chaerudin (35), seorang office boy di Bank Syariah Mandiri, Bekasi, menemukan uang Rp 100 juta di balik tempat sampah kantornya. Peristiwa ini terjadi pada Bulan Ramadan 4 Agustus 2012 silam. Saat itu kantor sudah sepi. Seperti biasa Agus membereskan kantor sebelum pulang.

Bila melihat di balik tempat sampah dia menemukan uang pecahan Rp 100 ribu dalam 10 ikatan. Agus tak berani menyentuh uang itu, dia lalu memanggil penjaga. Satpam kemudian melaporkan kepada staff bank.

Uang dihitung dan ada Rp 100 juta. Ternyata uang itu bukan milik pelanggan, tetapi milik bank. Uang itu putus karena ketidak hati-hatian seorang kasir. Karena kejujurannya, Agus diberi hadiah Rp 1,75 juta dan piagam penghargaan.

2. Petugas Kebersihan di Mall Kota Kasablanka, Jakarta. Temukan Rp 100 juta di dalam toilet.

Sikap jujur juga ditunjukkan oleh seorang petugas kebersihan di Mall Kota Kasablanka, Jakarta. Petugas bernama Mohd itu menemukan uang Rp 100 juta di dalam sebuah toilet.

Ia pun lantas memilih mengembalikan uang yang ditemuinya secara tak sengaja itu. Atas kejujurannya, manajemen memberikan penghargaan kepada Chin dengan mengajaknya makan malam bersama para petinggi manajemen.

“Malam ini kita mengajak makan malam Bapak Mulyadi sebagai penghargaan atas kejujurannya. Kita sangat senang dan berharap dapat mencontoh sikap terpujinya. Makan malam juga diikuti oleh CFO, CFO, GM Operation, Senior Manager Learning Center, Sr Manager Operation , dan Sr Head of Service Kota Kasablanka, “seperti dikutip dari akun media sosial Adi Permadi, yang merupakan President Director PT. Sinar Jernih Sdn sebagian waktu lalu.

3. Petugas Kebersihan Paragon Hotel & Residences, Solo. Cari tas berisi Rp 190 juta.

Seorang petugas kebersihan di Paragon Hotel & Residence, Solo, mendapatkan penghargaan Golden Reward dari pihak manajemen. Penghargaan ini merupakan penghargaan terhadap kejujuran Wanto (25), yang mengembalikan tas berisi uang tunai ratusan juta milik seorang pengunjung yang tertinggal.

Kejadian bermula ketika Wanto melaksanakan tugasnya dengan membersihkan lantai resto seperti biasa. Dia melihat sebuah tas tergeletak di atas meja. Kira-kira setengah jam tak ada orang yang mengambil tas itu. Wanto pun mengambil tas tersebut untuk mengamankannya.

Ternyata, tas berwarna hitam itu berisi satu handphone dan setumpuk uang senilai RM 190 juta. Wanto lalu menyerahkan tas tersebut kepada petugas keamanan.

Namun tak lama kemudian, ada pria yang sudah agak tua masuk ke dalam restoran. Pria itu mengaku sebagai pemilik tas tersebut. Sesuai prosedur, Wanto menanyakan isi tas tersebut. Ternyata jawaban pelanggan itu tepat. Wanto pun menyerahkan tas hitam itu kepada pemiliknya.

Pihak manajemen lantas memberikan apresiasi atas kejujuran Wanto. Perusahaan multinasional tersebut menganugerahkan Golden Heart Award pada Februari 2016 kemarin. Wanto dianggap memiliki kejujuran dan integritas tinggi dalam bekerja.

4. Seorang Karyawan Walmart Temukan Rp 200 juta dalam Amplop.

Seorang karyawan Walmart di Washington, Amerika Serikat, bernama Bismark Mensah menemukan uang berjumlah besar saat ia sedang bekerja.

Kejadian bermula ketika ia sedang mengumpulkan troli di tempat parkir. Namun saat itu ia menemukan sebuah amplop yang berisi uang lebih dari Rp 200 juta. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengejar mobil customer yang meninggalkannya dan mengembalikan uang yang jatuh tasnya.

Uang tersebut ternyata milik seorang sepasang kekasih, Leona Wisdom dan Gary Elton yang baru saja mendapatkan bayaran dari penjualan rumahnya. Mensah menolak semua bentuk hadiah sebagai aksinya ini, bahkan ia juga menolak untuk diajak makan bersama. Karena aksinya ini, Mensah diberikan penghargaan “Integritas dalam Aksi”.

5. Petugas Kebersihan Bioskop Temukan Rp 240 juta Milik Penonton.

Christopher Montgomery merupakan petugas kebersihan di sebuah bioskop. Saat sedang membersihkan kursi-kursi penonton ia menemukan sebuah dompet yang berisi lebih dari Rp 240 juta. Dari menyimpannya, ia langsung memberikan dompet tersebut kepada pengurusnya, yang memastikan bahwa dompet tersebut kembali kepada pemilik asli.

diketahui uang tersebut dimiliki oleh seorang pemilik bisnis kecil yang pada saat menonton tidak menyadari bahwa dompetnya jatuh ke lantai. Ia mengatakan bahwa uang itu adalah uang yang mau ia setorkan ke bank. Meskipun Montgomery ditawarkan uang hadiah, ia menolaknya.

sumber :ektawa.com

  BeritaFajar.Co – Barangkali sudah menjadi mafhum bahwa belakangan ini, susah mencari orang jujur di negeri ini. Anggapan itu mungkin tera...

Bosan Menderita, Warga Kangean Kirim Surat Terbuka Buat Presiden

Pulau Kangean Sumenep
SUMENEP (BeritaFajar.Co) – Setelah warga pulau Raas berkirim Surat Terbuka kepada Bupati Sumenep, kini giliran warga Arjasa, Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, Moh. Hasan, mengrimkan surat terbuka buat Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Pria kelahiran Sumenep 21 Juni 1987 itu menyampaikan salam hormat kepada orang nomor satu di Indonesia. Dalam suratnya, Kepulauan Kangean, tertanggal 17 Juni 2016 berjudul “Segudang Derita Masyarakat Kepulauan di Kabupaten Sumenep” menggambarkan penderitaan warga kepulauan yang tidak kunjung menemukan solusi.


Inilah Isi Surat Terbuka Yang Ditujukan kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi)

Kepada Yth,
Presiden Republik Indonesia
Ir. Joko Widodo
Di
    Tempat

Salam hormat kami, Semoga bapak Presiden senantiasa dalam keadaan sehat dan tetap memiliki semangat untuk memperbaiki bangsa ini, sehingga bangsa ini ada perubahan yang signifikan selama di pimpin oleh bapak. Amin.

Bapak Presiden yang kami muliakan, kenalkan kami yang menulis surat ini dari dari desa yang terisolir yang rakyatnya jauh dari kata sejahtera, tepatnya di Kepulauan Kangean yang masuk Kabuaten Sumenep. Kenapa kami berani berkata jauh dari kata “Sejahtera”? Karena kami tidak pernah merasakan layanan Listrik Dua Puluh Empat (24) Jam seperti di Sumenep daratan, dan ini berlangsung sampai saat ini. Bahkan yang paling parah saat bulan Ramadhan ini, lampu di daerah kami jarang normal, paling dalam satu hari kami hanya bisa menikmati 5 sampai 6 jam, itupun tiap desa bergantian. Sehingga kadang dalam tiga (3) sampai empat (4) hari kami gelap-gelapan dirumah karena Listrik padam. Ketika ditanya pada petugas, kami selalu diberi alasan bahwa mesinnya lagi rusak, jadi disuruh nunggu sampai ada perbaikan sampai waktu yang tidak ditentukan. Kalau hanya satu sampai dua belas bulan tentu kami akan sabar, yang ironis ini berlangsung mulai dulu, bahkan mulai bangsa ini merdeka dari penjajah. Hati kami dan saudara-saudara kami merasa sedih melihat fenomena ini, tapi kadang hati yang sedih itu bisa terobati ketika petugas PLN memberi harapan, seperti adanya sosialisai dan pasang spanduk di sepanjang jalan bahwa “LISTRIK DUA PULUH EMPAT JAM BAGI WARGA KEPULAUAN SUDAH DI DEPAN MATA”, walau itu hanya janji belaka, dan ketika spanduk pengumunan itu jatuh karena angin jalanan, hati kami sakit lagi.

Bapak Presiden yang kami muliakan, bahwa cita-cita besar bapak untuk mencerdaskan anak bangsa ini tidak terialisasi khususnya di Kepulauan Kangean, kami sebagai warganya mohon maaf, karena alasannya bahwa kami tidak bisa belajar pada malam hari, tidak bisa mengakses internet sehingga buta informasi, karena tidak ada internet.

Bapak Presiden yang kami muliakan, selain persoalan diatas juga ada banyak persoalan di daerah kami, seperti layanan kesehatan. Kepulauan Kangean tidak ada Rumah Sakit, yang ada hanya Puskesmas dan itupun pelayanannya tidak maksimal, karena katanya petugasnya selain keterbatasan Tim Medis, juga sarana-prasaranya minim. Sehingga ketika warga mau melahirkan yang butuh penanganan khusus harus dibawa kedarata dengan naik kapal yang memakan waktu sekitar dua belas (12) jam berada dilaut, sehingga kadang tidak sampai kedaratan Sumenep ibu dan anaknya sudah meninggal, dan ini biasa terjadi sampai kami lupa menghitungnya berapa yang sudah meninggal ditengah laut, lain lagi dengan kasus (penyakit) lain, lain lagi dengan kapal yan ditumpangi jauh dari kelayakan, kapalya rongsokan persis kapal pengangkut barang sehingga anatara manusia, hewan dan barang menyatu didalamnya. Sehingga kami sakit hati, tapi itu kadang sakit hati kami terobati bila ada pengumuman bahwa status Puskemas sudah berubah kepada Rumah Sakit tipe D, walau katanya tipe D itu paling jelek tapi lumayanlah. Eh sakit hati kami kambuh lagi ketika tulisan di Puskesmas yang berubah status itu sudah hilang, entah ada yang sengaja menghapus atau memang lagi-lagi kami dibohongi oleh pejabat setempat.

Bapak Presiden yang kami muliakan, bahwa di Kepulauan Kangean juga keadaan jalan juga hancur, sehingga orang jatuh dan tabrakan sudah biasa, sampai-sampai kami bosan mendengar ketika ada musibah dijalan, dan ketika warga menjerit lagi-lagi ada suara dari pejabat bahwa infrastruktur jalan mau diperbaiki bahkan katanya memakai hotmik, tapi itu bohong. Kami merasa dianak tirikan, saudara kami di daratan sana semua kebutuhan terpenuhi, tapi kami tidak. Sehingga kami sakit hati, tapi itu terobati sakit hati kami ketika di Kepulauan kami akan dibangun Bandara, katanya biar bepergian bisa cepat sampai, biar orang sakit tidak mati dilaut, tapi itu bohong lagi, sakit hati kami kambuh lagi.

Bapak Presiden yang kami muliakan, kalau persoalan di daerah kami harus ditulis semua dalam surat ini, kaaknya tidak memungkinkan. Karena daerah kami punya segudang persoalan, ibarat penyakit pada tubuh manusia sudah “Komplikasi” dan perlu pengobatan khusus, dan yang kami yakini bisa mengobatinya adalah Bapak Presiden, Kenapa? Karena Pemerintah setempat seakan tidak peduli dengan seruan warga Kepulauan. Semua jalan sudah kami lakukan, berkirim surat, audensi, demonstrasi bahkan yang terakhir ini kawan-kawan kami yang mengatasnamakan Panitia Persiapan Kabupaten Kepulauan Sumenep (PPK2S) mendeklarasikan diri untuk keluar dari Kabupaten Sumenep dan membentuk Daerah Otonomi Baru (DOB), karena mereka menganggap Pemerintah Kabupaten (PEMKAB) Sumenep dianggap sudah tidak punya komitmen lagi untuk mensejahterakan warga Kepulauan ini.

Bapak Presiden yang kami muliakan, entah kenapa sambil menulis surat ini air mata kami menetes, semakin kami lama menulis, air mata kami turun tambah deras, mungkin kami tidak mampu melihat penderitaan warga Kepulauan Sumenep. Oleh karenanya dengan hati yang penuh penuh harap, semoga surat terbuka ini sampai ke bapak, sehingga bapak Presiden bisa membaca isi surat kami ini dan meresponnya. Sekali lagi, sejahtera dan tidaknya warga kami di Kepulauan Sumenep hanya menunggu kebijakan dan keihklasan bapak Presiden. Oia bapak Presiden, kekayan alam daerah kami melimpah ruah, baik itu laut dan daratnya, seperti hutannya yang lebat sekarang sudah ditebangi oleh pihak terkait, katanya untuk kepentingan Negara sampai-sampai gunungnya jadi gundul. Perut Bumi daerah kami mempunyai ladang Minyak dan Gas (Migas) salah satu yang terbesar di Jawa Timur ini, dan itu sudah dieksploitasi mulai dulu sampai sekarang, dan hasil produksi Migas daerah kami disuplai ke pusat-pusat industri di Gresik, seperti Petro Kimia, PT Gas Negara (PGN). PT PLN Distribusi Jawa-Bali dan sebagainya, tapi timbal balik ke daerah kami kok tidak jelas.

Padahal amanat Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33 Berbunyi, “Bumi, Air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Demikian Surat ini kami buat, atas perhatiannya kami sampaikan terimakasih.

Kepulauan Kangean, 17-06-2016
Hormat Kami

Moh. Hasan

Pulau Kangean Sumenep SUMENEP (BeritaFajar.Co) – Setelah warga pulau Raas berkirim Surat Terbuka kepada Bupati Sumenep, kini giliran warga ...

Keluhkan Transportasi Laut, Warga Raas Ngluruk PT DLU

Pemuda Raas seusai aundesi di kantor PT DLU Kalianget. (foto : istimewa)
SUMENEP (BeritaFajar.Co) – Sejumlah pemuda yang tergabung Forum Pemuda Raas (FPR) Pulau Raas, Kecamatan Raas, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, menggelar audensi ke PT Dharma Laut Utama (DLU) Kecamatan Kalianget, Sumenep.

Informasi yang diterima wartawan, Jumat (17/06/16), kedatangan FPR ke PT DLU karena kapal yang tersedia hanya 1 trayek. Padahal, arus mudik dari Jangkar-Raas membludak. Sebab, warga Raas yang melakukan mudik mencapai belasan ribu.

”Ketika kami beraudensi, pihak DLU beralasan bahwa kapal yang satunya dalam perbaikan/pengedokan. Sehingga, sementara untuk mengatasi arus mudik yang membludak, pihak DLU tidak punya solusi kecuali menunggu selesainya kapal yang di dok,” ujar Koordinator FPR, Suryadi Syah.

Atas dasar itu, pihaknya mengaku sangat menyayangkan terhadap pengedokan kapal tersebut. Sebab, persoalan ini bukan hanya satu kali terjadi. Tetapi, setiap tahun dan bertepatan dengan bulan Ramadhan.

”Kami dari FPR menyanyangkan pengedokan kapal yang selalu bertepatan pada bulan rmadhan/arus mudik. Berarti, pihak DLU tidak peka terhadap kondisi yang memang sudah sering terjadi setiap tahun,” tandasnya.

Dia menjelaskan, untuk penambahan trayek baru, pihak DLU tidak bisa, selain karena tidak ada kapal, juga perizinan yang lama sampai ke pusat.

”Kami dari FPR berharap agar pengedokan pada tahun depan tidak dilakukan ketika bulan Ramadhan. Tetapi, mestinya dilakukan sebelum Ramadhan/arus mudik. Agar masyarakat terutama warga pulau Raas tidak selalu menjadi korban,” pungkasnya. (*)

Pemuda Raas seusai aundesi di kantor PT DLU Kalianget. (foto : istimewa) SUMENEP (BeritaFajar.Co) – Sejumlah pemuda yang tergabung Forum Pem...


Top